Rakyat Indonesia kini semakin dihadapkan pada kenyataan yang sangat pahit. Kini Negara semakin menunjukan wujud aslinya sebagai musuh rakyatnya sendiri. Pemilu 2019 menjadi salah satu indikasi asumsi tersebut, selain banyak hal yang dirasakan sebelum tahun politik, katanya.
Segala hal yang bertentangan dengan negara dengan cepat di berangus. Sedangkan yang menjadi hajat, atau berjalan bersama dengan negara melanglang buana bebas. Bahkan walaupun hal-hal tersebut terindikasi sebagai benih-benih disentegrasi bangsa.
Mari kita bandingkan saja dua kasus yang sangat fenomenal, di satu periode terakhir ini. Dimana negara tidak hadir untuk menyelesaikan kasus tersebut secara jujur, bersih dan professional. Pada kasus penyerangan penyidik KPK, Novel Baswedan, polisi hingga sekarang tidak pernah menyelesaikan kasus tersebut.
Padahal kasus tersebut bagi polri tidak cukup sulit untuk di pecahkan. Namun kita mendapat kenyataan hingga saat ini, kasus tersebut tidak pernah menemui titik terang meskipun secercah. Sekarang mari kita bandingkan dengan kasus kebohongan Ratna Sarumpaet.
Ketika Ratna Sarumpaet mengaku ke khalayak publik telah di keroyok oleh sekelompok orang. Polri dengan sangat sigap melakukan penyelidikan hingga ke akar-akar. Hasilnya hanya dalam hitungan jam Polisi mengetahui detil kejadian dan melakukan konferensi pers atas keterangan Ratna Sarumpaet di publik.
Saat ini, kita kembali di hadapkan pada kenyataan yang serupa, dimana negara kembali menujukan dirinya sebagai musuh rakyatnya. Setelah penyelenggaraan pemungutan suara para pemilihan umum tahun 2019. Rakyat berbondong-bondong melakukan pematauan hasil C1 pada portal KPU.
Sebagai hasilnya, rakyat mendapati banyak sekali kesalahan masukan angka pada sistem hitung KPU tersebut. Terjadi perbedaan antara c1 asli dengan masukan KPU. Yang sangat unik, kesalahan tersebut terjadi hanya pada satu PasLon pemilu, serta dengan angka yang sangat drastis.
Rakyat yang mendapati hal tersebut, memberi tekanan kepada KPU dengan cara memposting kesalahan tersebut. Hingga pada akhirnya memaksa KPU mengakui kesalahan masukan angka pada sistem. Namun sayangnya belum terlihat upaya perbaikan terhadap kesalahan tersebut.
Selanjutnya beredar video viral yang menjelaskan adanya serang hacker asing terhadapat server KPU. Bukan menyambut baik hal tersebut dengan berupaya meningkatkan kemanan server atau hal sejenis. KPU justru berencana akan melaporkan penyebar video tersebut ke Polisi.
Sangat naif sekali sikap KPU terhadap niat baik rakyat. Selanjutnya yang juga mengindikasikan bahwa kebebasan di negara Indonesia terus mengalami upaya pembatasan. Tercermin pada kasus terbaru, yakni pemblokiran situs independent pengawalan pemilu yakni jurdil2019.org secara sepihak.
Sungguh ironi, pesta demokrasi negeri justru menjadi ajang negara menunjukan diri sebagai musuh rakyatnya sendiri. Lalu apa langkah negara selanjutnya? Mari kita lihat saja apa yang akan terjadi.
0 Comments