“1440 Jam Di Desa Tertap “ Sebuah Desa Dikaki Gunung Dempo. bagian 1


Kesempatan Pertama

Selembar kertas dari puluhan kertas yang ditempel pada papan pengumuman kantor itu memuat nama-nama kami dan menjadi awal kisah indah perjalanan kami, yang tak pernah mengenal satu sama lain sebelumnya.

Semenjak kertas itu terbaca, seolah kertas itu memaksa kami untuk segera bertemu dan berkenalan satu sama lain, saya mencoba untuk menjadi orang yang ramah kepada orang-orang yang namanya juga termuat diatas kertas yang sama denganku, kukeluarkan gadgetku dan kemudian mulai menghubungi mereka serta memberi tau bahwa kita akan menjalani hidup bersama selama beberapa ratus atau mungkin ribu jam kedepan.

Sebuah langkah berani yang aku buat, karena aku bukanlah tipe orang yang mudah ramah dengan orang yang belum kukenal atau belum pernah berkomunikasi sebelumnya, apalagi sampai mengajak bertemu.

Mereka merespon positif kabar dariku, serta menyapaku dengan sangat ramah melalui pesan mereka, hingga akupun menginisiasi pertemuan pertama kami hanya sekedar untuk berkenalan. Semenjak saat itu menjadi oaring yang bersikap ramah kepada orang yang baru dikenal adalah sebuah keharusan bagiku.

Selepas dari pertemuan pertama itu kami berhasil menyepakati pertemuan kedua, hingga tibalah kesempatan kedua untuk saling mengenal lebih dalam dan berdiskusi ringan, ya sebagai mahasiswa, berdiskusi merupakan sebuah sikap ilmiah yang harus dilakukan atau bisa disebut sebuah tindakan wajib. Di tengah diskusi yang hangat aku tersontak dengan keputusan mereka menunjuk diriku sebagai representasi kelompok ini, aku tak mengerti pertimbangan apa yang ada didalam otak mereka. Aku mencoba menerka-nerka saja, mungkin karena sikap inisiatifku beberapa hari yang lalu dan memang saat itu aku juga mengambil inisiatif untuk menjadi moderator diskusi.

Hingga semuanya representasi kelengkapan selesai disepakati, mulai dari pemegang anggaran, pengatur administrasi dan sebagainya, kami melanjutkan diskusi kami mengenai logistic apa saja yang akan dipersiapkan. Semua dibagi atas kemampuan setiap individu dikelompok ini, mulai dari alat memasak, dan kelengkapan lainnya, hingga besaran dana yang harus dipersiapkan untuk kebutuhan hidup selama disana nanti.

Ditengah hangatnya diskusi yang kami lakukan, tiba-tiba ada suatu komentar yang sangat menggelitik muncul “saya bawa kipas angin ya” ucap tria. Secara spontan kamipun tertawa terbahak-bahak atas komentarnya tersebut, bagaimana tidak karena kami akan berangkat menuju sebuah daerah yang terletak persis di kaki gunung dempo.

Lalu salah satu dari kami berkomentar “mau ngapain bawa kipas, kurang dingin ya disana” dengan nada sedikit meledek. Ha ha ha entah mungkin apakah dia begitu polos atau hanya sekedar terucap tidak sengaja, bahkan mungkin lupa jika kipas angin tidak dapat menaikan suhu ruangan menjadi hangat.

Situasi yang akan membuat tertawa geli ketika diingat.  Semuanya telah didiskusikan dan kamipun membubarkan diri untuk menyiapkanya.

Post a Comment

0 Comments