Stasiun Merah

Suara-suara bising yang mulai terdengar secara perlahan membuat mpok kaye terbangun dari tidurnya yang lelap. Ia sangat faham jika keadaan seperti itu terjadi artinya ia harus segera bersiap untuk berangkat kerja. Meskipun udara dingin seolah berusaha merayu-rayu dirinya untuk kembali melanjutkan mimpi-mimpinya dibawah balutan kain yang membuat suhu sekitar tubuhnya hangat. Tetapi bagi mpok kaye yang berasal dari sebuah kampung dibawah kaki gunung, hal tersebut merupakan masalah yang sepeleh.
l
Di daerah ia berasal, jauh lebih pagi dan dengan udara yang sangat dingin, para penduduk sudah memulai aktivitasnya untuk bertani diatas gunung. Mpok kaye merupakan pendatang baru di ibu kota untuk mengadu nasib untuk kehidupan yang lebih baik. Ia baru saja beberapa hari merasakan kehidupan kota Jakarta yang nyaris tidak berhenti secara total.

Ia merupakan orang sunda, tetapi mendapat panggilan akrab mpok yang merupakan sapaan kahas ibu kota. Hal tersebut dikarenakan upayanya untuk menggunakan bahasa betawi demi membaur bersama masyarakat sekitar, meskipun sangat berantakan.

Tingkahnya yang lucu dalam berbahasa membuat orang-orang sangat menyukainya dan memberikan sapaan khas yakni mpok. Dengan sangat bersemangat ia menyelesaikan aktivitasnya untuk dapat segera berangkat ketempat kerja.

Hari ini adalah hari pertama ia masuk kerja. Memakai sepatu baru yang diberikan oleh perusahaan, ia menuju tempat kerja dengan berjalan kaki. Disepanjang jalan ia menyapa siapa saja yang ditemui. Hanya beberapa orang tetangga saja yang berolahraga.

Tepat pukul 5.15 ia menginjakan di sebuah stasiun yang bernama Merah. Terletak hanya 800 meter saja dari tempat ia menyewa rumah petak. Dengan senyuman ia mulai masuk ke stasiun itu sambil bergumam “Setahun kedepan tempat ini menjadi tempatku mengais rezeki, semoga akan terus membaik”.

Didepan stasiun merah nampak sudah berangsung-angsur penumpang yang akan menumpang kereta untuk berangkat kerja. Mereka mengantri tiket di loket ataupun vending machine. Pintu otomatis tidak berhenti mengeluarkan suara yang menandakan keluar masuknya penumpang di stasiun.

Hilir mudik tidak berhenti didalam stasiun. Suasana itu semakin menambah kesibukan pekerjaanya. Dengan sapu, dan sekop, ia memburu sampah demi sampah yang bertebaran di sekitar kursi dimana penumpang menunggu kreta.

Jarak tempuh yang cukup jauh dari rumah ke tempat kerja membuat para penumpang tak jarang harus melakukan sarapan pagi di stasiun sambil menunggu kereta datang. Tak sedikit pula penumpang yang kurang memiliki kesadaran tinggi untuk membuang sampah ditempat yang telah disediakan. Selain sampah-sampah yang ditinggalkan tersebut tak sedap dipandang juga membuat mpok kaye semakin sibuk.

Selain membersikan sampah-sampah yang ada. Mpok Kaye juga bertugas mengepel lantai yang selalu dilalui para penumpang. Pekerjaan itu ia lakukan dengan senang hati, entah apakah hari pertama kerja sehingga dia merasa bersemangat atau merupakan hal yang tidak dapat dipilih oleh dirinya yang belum sempat menyelesaikan pendidikannya. Meskipun begitu ia sangat lancar membaca dan menulis.

Pekerjaan tersebut dilakukannya sepanjang hari. Hanya dapat beristirahat jika hanya ada sedikit penumpang di stasiun merah dan jam makan siang. Menjelang sore hari, ia dipanggil menghadap keatasan di dalam kantor.

Ia mendapat tugas lembur dihari pertama bekerjanya, karena rekannya yang seharusnya bertugas dimalam itu mendadak sakit. Semakin gelap langit penumpang semakin ramai hilir mudik di stasiun. Tak jarang masih cukup ramai menjelang tengah malam.

Menjelang tengah malam udara terasa semakin dingin, orang-orang mulai mengenakan jaket yang dibawa. Berbeda dengan mpok kaye yang tetap bersikap santai dengan suasana angin. Semakin malam suara gesekan roda besi kereta dengan rel semakin jarang terdengar, hal tersebut menandakan bahwa penumpang mulai berangsur sepi.

Suara gemuru mulai membisu, suasana hening semakin terasa, hanya ada beberapa penumpang yang masih menunggu kereta. Mereka sibuk memainkan gawai untuk mengusir jenuh menunggu kreta. Mpok Kaye memilih untuk mengobrol dengan beberapa penumpang.

Mpok Kaye dan penumpang tersebut mengobrol sangat asyik. Tiba-tiba ditengah percakapan mereka, penumpang itu menceritakan bahwa beberapa bulan yang lalu terjadi insiden bunuh diri di stasiun ini. Seseorang tidak dikenal melompat ketengah-tengah rel saat kereta mulai melaju kencang. Sejak saat itu beredar cerita dari beberapa penumpang yang mendapat gangguan dari sebuah sosok yang diyakini sebagai arwah dari korban tersebut.

Meskipun penumpang tersebut tidak yakin dengan isu itu, tapi ia menyadari bahwa sejak berita tersebut beredar. Penumpang yang pulang larut malam melalui stasiun merah ini berkurang secara signifikan. Orang-orang lebih memilih pulang lebih cepat atau melalui transportasi dan stasiun lain jika harus terpaksa lembut.

Cerita tersebut semakin menambah hening suasana stasiun dan menjadi sedikit menyeramkan dengan semilir angin yang membuat bulu kuduk merinding. Berangsur-angsur penumpang semakin menjadi sedikit menyeramkan. 

Penumpang tersebut izin kepada mpok kaye untuk ke toilet. Selang 10 menit orang tersebut tak juga keluar dari toilet. Sembari menyelesaikan tugasnya mpok Kaye masih mengawasi orang yang sedikit mencurigakan itu. Meskipun mereka berdua mengobrol cukup lama tapi rasa penasaran mpok kaye membuat perhatiannya terpusat pada sosok itu. 

Menjelang pukul 12.00 orang tersebut tak kunjung keluar dari toilet. Bahkan sampai jam operasi kereta selesai mpok Kaye tetap tidak mendapati orang tersebut. Mpok Kaye tetap berfikir positif dengan beranggapan bahwa dia sudah pulang.

Mpok Kaye pun membereskan peralatan kerjanya dan meletakan di dalam gudang. Setelah itu ia melakukan absen kepulangan di kantor, saat itu masih ada seorang petugas loket yang juga belum pulang dan nampak sibuk melakukan rekap data. “Belum pulan mpok” sapa pria muda itu. “iye ini pan juga baru mau pulang, kamu belom pulang apa?” balas dirinya.

“Belon nih mpok, nanggung kerjaan dikit lagi, males kalo musti dibawa balik” jawab pria itu sambil sibuk menghitung jumlah tiket yang terjual. “Eh elu tadi liat perempuan keluar kaga” tanya mpok Kaye lagi, “Kaga mpok, kaga ade siape-siape, pan tinggal tinggal kite aje nyang belon balik, emang kenape mpok” tanya pria itu. “Ah kaga nape-nape, ya udeh gue balik duluan ya” jawab mpok Kaye sambil berjalan keluar stasiun.

Perasaan mpok kaye semakin tidak enak. Ia sangat merasa aneh dengan tingkah laku orang yang mengobrol dengannya tadi. Sepanjang jalan ia terfikirkan dengan kejadin itu. Disepanjang jalan ia juga mengalami beberapa kejadian yang menganehkan, seperti ada sesosok yang sedang mengikutinya sejak keluar dari stasiun.

Ia mempercepat langkahnya untuk sampai kerumah. Dirumah pun ia mendapatkan terror-teror dari sesosok mahluk yang membuatnya bingung. Kejadian tersebut ia alami hingga lima kali. Suatu hari ia memberanikan untuk menceritakan hal tersebut kepada temannya.

Temannya sangat terkejut, kenapa kamu bicara sama orang sembarang malam hari disini. Mpok kaye terheran-heran dengan sikap temannya. Kemudian temannya menceritakan sebuah cerita persis seperti cerita dari penumpang misterius itu.

Arwah penumpang penasaran itu sering menjelma dan mengajak berbicara banyak orang disini. Jika merasa nyaman maka ia akan terus mengikuti kita. Oleh sebab itu banyak penumpang yang pulang malam lebih memilih memainkan gawai mereka atau membaca buku. Dibandingkan harus mengobrol dengan orang yang tidak dikenal, untuk menghindari hal seperti yang kamu alami. Karena sudah ada banyak orang yang mengalami hal serupa.

Menyadari hal tersebut, mpok kaye sangat terkejut. Dan memutuskan untuk tidak pernah melakukan hal serupa dimalam hari dengan orang yang tidak dikenal. Setelah diskusi tersebut ia masih mendapati seorang penumpang yang berusaha untuk mengajaknya mengobrol ketika tengah malam menjelang.

Dikarenakan mpok kaye yang selalu mengabaikannya, hal-hal yang selama ini menerornya perlahan menghilang.

Post a Comment

1 Comments