“1440 Jam Di Desa Tertap “ Sebuah Desa Dikaki Gunung Dempo. bagian 3

Misteri Dirumah Berlantai Dua

Saat itu layar gawai yang kupegang menunjukan pukul 16.00 ketika kami menginjakan kaki disebuah lapangan aspal yang nampaknya harus diperbaharui, terlihat dibeberapa sudut tampak aspalnya sudah mulai terkelupas. Sepertinya tempat ini adalah sebuah terminal atau lapangan parkir Karena terletak ditengah-tengah sebuah pasar, selain itu area ini juga sangat dekat dengan kantor-kantor pemerintahan seperti kantor kementerian agama, dan gedung olah raga yang terletak disamping kanan dari arah kami datang, serta puskesmas yang letaknya berbelakangan dengan kantor kecamatan dan sebuah masjid besar yang juga terletak di dekat lapangan ini.

Kami mengira bahwa kami sudah sampai ditempat pengabdian kami tetapi kami sedikit salah perkiraan, sebab dilapangan itu juga berdatangan bus-bus lainnya. Tidak berselang lama kemudian setelah kami melaksanakan shalat di masjid yang berada dekat dengan lapangan, terlihat sebuah rombongan menggunakan pakaian dinas pemerintah perlahan datang menghampiri kami dengan menggunakan mobil dinasnya.

Ternyata mereka adalah pihak pemerintahan kecamatan dimana kami akan mengabdi, ya selanjutnya kami mendapat sambutan sederhana ditengah lapangan melalui dari bapak camat dan ucapan selamat datang, beliau menyampaikan beberapa hal termasuk ucapan ulang selamat datang dari bapak bupati.
Setelah penyambutan oleh pemerintahan kecamatan selesai, beliau memperkenalkan beberapa orang dengan cara memanggil satu per satu untuk maju kedepan, ternyata mereka adalah kepala desa diseluruh desa dimana kami akan mengabdi, setelah itu setiap kelompok berkenalan dan bercakap-cakap sejenak dengan kepala desa masing-masing.

Ketika perkenalan singkat itu selesai maka semua orang bergegas kembali menuju mobilnya untuk segera menuju desa-desa pengabdian termasuk kelompok kami.

Beberapa saat setelah mobil bus kami berjalan disenja hari itu, dimana cahaya mulai meredup dan udara mulai terasa dingin, setelah beberapa saat akhirnya bus kami menepi dibahu jalan tepat didepan sebuah rumah besar berlantai dua.  Didepan rumah itu tampak beberapa orang yang cukup ramai sedang bercakap-cakap, ketika kami turun dari bus, mereka dengan sigap menghampiri kami dan langsung membantu menurunkan barang-barang bawaan kami, dan ternyata bapak kepala desa juga telah sampai terlebih dahulu sebelum kami sampai.

Seketika aku mengira bahwa kami akan menetap di rumah tersebut bersama pemilik rumah itu, mungkin begitu juga pemikiran teman-teman kelompokku, nampaklah itu seperti sebuah konsep orang tua asuh yang sempat dipopulerkan secara tidak langsung oleh beberapa program acara di televisi swasta dengan tema petualangan.

Ketika bus kembali melanjutkan perjalanannya untuk mengantarkan kelompok lainnya, bapak kepala desa dan orang-orang yang menolong kami tadi, membawa barang-barang kami menuju sebuah rumah bertingkat dan jauh lebih besar yang persis bersebrangan dengan rumah yang tadinya kami kira menjadi posko kelompok kami.

Rumah tersebut terlihat tidak terawat, terlihat rerumputan dan ilalang menjulang cukup tinggi di halaman rumah yang tidak lebih dua meter saja luasnya, rumah yang akhirnya menjadi posko kami, rumah ini terletak sangat dekat dengan jalan raya yang sekaligus merupakan jalan lintas menuju kabupaten dan kota tetangga serta provinsi.

Nampak kaca-kaca rumah itu dapat menjadi kanvas lukis atau hanya sekedar menuliskan kata atau kalimat yang diinginkan, mirip sekali dengan kaca-kaca mobil sehabis melakukan perjalanan jauh melewati daerah yang berdebu karena begitu kotornya. Terdapat juga beberapa surat yang tertempel dikaca itu, sepertinya surat pemberitahuan.

Selain itu dihalaman rumah itu juga terdapat sampah yang cukup berserakan dimana-mana termasuk ditangga menuju lantai kedua rumah itu, dibagian dalam juga masih sangat membutuhkan sentuhan agar dapat sedikit nyaman untuk ditempati.

Dilantai lantai bawah semennya juga terasa sangat lembab, begitu nyata di beberapa bagian terasa seperti menginjak tanah karena begitu tebalnya debu yang menumpuk, mungkin karena ventilasinya tidak pernah dibuka dan ditambah udara yang sangat dingin.

Bapak kepala desa langsung menunjukan dan menjelaskan detil rumah kepada kami semua sambil memegang sebuah amplop berwarna putih dengan tangan kirinya yang sedikit membuatku penasaran apa yang ada didalamnya,he he he mirip sekali seperti sedang menjelaskan produk kepada calon pembeli. Pada lantai satu bagian depan beliau menunjukan terdapat ruang tamu dan satu kamar, yang kamar tersebut nampak sangat gelap karena belum dipasang lampu dan kotor serta lembab, beliau juga menjelaskan bahwa dulunya dibagian depan ini adalah sebuah toko, ucapnya sambil menunjuk ke arah dinding yang dapat dipasang dan dilepas tepat disebelah pintu masuk rumah, jelas saja rasanya berbeda.

Selanjutnya beliau menunjukan dapur dan kamar mandi yang terletak dibagian belakang, serta sumur dan sebuah toilet tradisional atau yang biasa disebut sebagai jamban yang berada tepat dipinggir kolam ikan, sambil bercanda beliau berkata “nah kalo BAB disana saja nanti bisa langsung jadi makanan ikan, kan lumayan ikannya bisa makin gemuk” dengan nada khas bahasa daerah lahat. Teman-teman semua seketika langsung mengkerenyitkan dahi mereka masing masing “hiiii…” ucap mereka bersamaan. Secara tiba-tiba seorang temanku berlari masuk sambil tubuhnya merinding dan berkata “iiihh… ada ulat bulu”.

Post a Comment

3 Comments

  1. Penjelasan bahasa daerahnya lebih tepat langsung memberitahu bahasanya misa bahasa sunda atau ahasa jawa kak. Jadi pembaca nggak menerka-nerka bahawa daerahnya apa ya yg digunakan 😊😊 oh iya tantangnnya 3 kata itu Gawai, Ulat dan Amplop. Bukan surat 😀😀

    ReplyDelete
  2. Alhamdulillah, terus di perbaiki. hehe newbie soalnya

    ReplyDelete