Selanjutnya kami diajak melihat
bagian atas rumah ini, yakni lantai 2, disini nampak jauh lebih hangat mungkin
karena bahan bangunan yang digunakan terbuat dari kayu. Tingkat kedua rumah ini
terbagi atas 4 ruang besar, pada bagian belakang terdapat semacam ruang
belakang dan hanya diterangi satu buah lampu dengan cahaya kuning yang
remang-remang dan terdapat sebuah pintu yang sudah dimatikan atau ditutup
secara permanen dan sebuah jendela yang masih berfungsi baik. Dari jendela ini
kami bisa melihat pemandangan bukit barisan dan kolam budidaya ikan serta
pertanian yang sangat cantik dan mengagumkan dimana tidak pernah di jumpai
ditempat kami.
Tepat didepan jendela ini salah
satu anggota kelompok kami sangat suka memanfaatkan waktu senggang yang dia
miliki untuk duduk dan memandang pemandangan diluar jendela, serta melukis
selama kami berada di tempat ini.
“Lantai ini terbuat dari kayu
yang sangat kuat” ucap bapak kepala desa sambil berjalan menunjukan bagian ke
dua dari belakang, pada bagian kedua ini hanya terdapat satu kamar besar dan
satu jendela yang tepat berhadapan dengan pintu kamar, kemudian beliau berkata
“nanti yang cowo-cowo tidurnya disini saja dan yang cewe kamar bawah, supaya
yang cowo deket dengan yang cewe, jadi kalo ada apa-apa bisa cepet ngeliat”.
Kamipun mengangguk saja sambil
menuju ruang utama atau bagian ke tiga dari ke 4 bagian ini, ruang utama ini
merupakan ruang yang paling besar dengan dua buah kamar tidur besar lengkap
dengan ranjang dan kasur, serta terdapat pula sebuah ruang tamu besar yang
dilengkapi dengan sopa besar yang empuk dan meja, tak tertinggal juga sebuah
lukisan klasik besar yang bergambar soekarnoe yang menambah suasana ruang itu
menjadi semakin mistis dan beberapa pernak-pernik lainnya ikut serta menjadikan
suasana bertambah mistis.
Bagian yang terakhir adalah
bagian yang paling depan dari rumah ini dan tidak terlalu luas, disini terdapat
satu kamar tidur yang mungkin dulunya diperuntukan sebagai kamar tidur tamu,
dan didepannya terdapat ruang tamu kecil serta jendela kaca yang sangat besar,
yang membuat istimewa ruang bagian depan ini adalah pemandangan gunung dempo
yang dapat dilihat secara langsung kapanpun selama cahaya matahari bersinar
dengan sangat jelas tanpa harus menggunakan alat apapun.
Setelah mendapatkan penjelasan
mengenai denah rumah, kami kembali turun ke lantai bawah. Dan kami memanfaatkan
waktu yang tidak lebih dari dua jam untuk membersihkan rumah ini secara ala
kadarnya saja agar dapat ditempati malam ini, sementara di luar sana matahari
mulai meredupkan cahayanya.
Setiap anggota bahu-membahu
membersihkan tempat yang akan digunakan malam ini, mulai dari anggota wanita
menyapu beberapa tempat yang akan dilalui malam ini, sementara kami para lelaki
membeli dan masang lampu yang lebih terang ditempat-tempat yang akan sering
digunakan serta membawa barang-barang ke kamar atas dimana kami semua akan
tidur.
Serta meminjam beberapa ambal
yang tak terpakai dimasjid untuk melapisi lantai kamar bawah yang akan
ditempati wanita-wanita kelompok kami, dan hasilnya kamar itupun jauh lebih
hangat dan nyaman setelah dilapisi ambal, karena nampaknya tikar biasa tak
mampu menghalau dinginnya lantai semen.
Saat kami sedang melakukan
bersih-bersih, bapak kepala desa berkata “nanti malam habis magrib kerumah
bapak ya, dan kalian tidak perlu memasak dulu malam ini, ibu sudah memasak.
Makannya ditempat bapak saja malam ini dan tidurnya juga ditempat bapak saja”,
kamipun mengangguk saja.
Selepas magrib kami sedikit
merasa tidak enak untuk makan ditempat bapak kepala desa, hingga berencana
memasak mie instan atau mencari warung saja dulu malam ini, selang beberapa
saat berdiskusi pintu rumah kami tiba-tiba berbunyi “tok, tok, tok” nampaknya ada
seseorang yang mengetuk dan setelah dilihat ternyata seorang gadis cantik yang
merupakan anak bapak kepala desa “disuruh kerumah sama bapak, udah ditunggu
buat makan malam” ucap gadis cantik itu.
Salah satu teman laki-laki kami nampaknya
langsung terpesona dengan kecantikannya, nampak sekali tercermin dari wajahnya,
“iya sebentar lagi, yang wanita masih siap-siap” balasku kepadanya, lalu wanita
cantik itupun pulang. Selang sepuluh menit kemudian dia kembali datang dan
berkata hal yang sama dan aku jawab dengan jawaban yang sama pula, ha ha ha
sebenarnya kami masih merasa sungkan atau tidak enak. Sampai akhirnya bapak
kepala desa yang langsung datang menjemput dan apa mau dikata, mau tidak mau
kami berangkat ditambah lagi beliau menunggu di ruang tamu yang membuat kami
tidak dapat mengelak lagi.
Dan akhirnya berangkatlah kami
menuju rumah beliau, disana kami makan malam dan berbincang-bincang serta
berkenalan dengan semua anggota keluarga beliau, entah disengaja atau tidak,
hampir semua anggota keluarga beliau hadir pada malam itu, mulai dari adik
kandung istri beliau, dan orang tua beliau dan tentu ada anak-anak beliau
termasuk gadis cantik yang tadi datang ke tempat kami. Beliau mempunyai empat
orang anak, yang pertama sedang menempuh studi di universitas layaknya kami,
yang kedua kelas 3 sma yang tadi menjemput kami, yang ketiga masih smp, dan
terakhir masih balita.
1440 Jam di Desa Tertap, bagian 1 |
1440 Jam di Desa Tertap, bagian 2 |
1440 Jam di Desa Tertap, bagian 3 |
1440 Jam di Desa Tertap, bagian 4 |
1440 Jam di Desa Tertap, bagian 5 |
1440 Jam di Desa Tertap, bagian 6 |
1440 Jam di Desa Tertap, bagian 7 |
1440 Jam di Desa Tertap, bagian 8 |
1440 Jam di Desa Tertap, bagian 9 |
1440 Jam di Desa Tertap, bagian 10 |
1440 Jam di Desa Tertap, bagian 11 |
1440 Jam di Desa Tertap, bagian 12 |
1440 Jam di Desa Tertap, bagian 13 |
1440 Jam di Desa Tertap, bagian 14 |
0 Comments