Menangkap Hening Di Sudirman Thamrin



Hening adalah sebuah kata yang menjadi object buruan oleh semua orang di berbagai daerah diseluruh dunia, tetapi sepi justru menjadi sebuah kata yang mejadi musuh bersama.

Dari prolog diatas, dapat di tarik hipotesis bahwa hening dan sepi memiliki definisi yang berbeda. Secara sederhana kata hening tidak selalu mengikutsertakan kata sepi, tetapi kata sepi bisa dapat dipastikan membawa kata hening.

Lebih lanjut, untuk tafsir yang sedikit lebih mendalam, kata sepi cenderung atau identic dengan daerah yang sangat jauh dari kata modern, terintegrasi dengan akses transportasi, kesulitan-kesulitan lainnya atau dapat di intepretasikan secara langsung dengan kata terpencil atau kata sejenis yang memiliki makna demikian.

Sedangkan kata hening berada di posisi yang berlawanan, dimana kata hening adalah sebuah kondisi tenang yang diinginkan oleh semua orang, tetapi tetap berada di pusaran modernitas, ketersediaan akses transportasi yang memadai atau sangat mudah dan biasanya cenderung dengan wilayah pusat administrasi yang bisa diartikan dengan kata kota, baik kota kecamatan, provinsi, atau bahkan Negara.

Dalam masyarakat terdapat fenomena yang menjadi keinginan bersama secara tidak langsung, yakni untuk beralih tempat tinggal dari sebuah wilayah yang jauh dari akses modernitas menuju perkotaan dalam semua level yang telah dituliskan diatas atau yang dalam bahasa geografi disebut dengan urbanisasi.

Pada umumnya proses ini dipengaruhi banyak hal pada kenyataannya, tetapi ada dua hal yang paling mempengaruhi fenomena ini yakni ekonomi dan pendidikan. Dimana factor tersebut lekat dengan kota sehingga masyarakat beramai-ramai berusaha untuk dapat menikmatinya dengan cara mendatangi pusat-pusat tersebut.

Yang secara singkat terjadilah urbanisasi tersebut, yang dapat kita kategorikan sebagai sebuah upaya kita untuk menjauhi pusat-pusat kesepian, yang lekat dengan ketidak berdayaan financial, atau dapat diucap dengan sebuah kata yang sangat gamblang yakni kemiskinan.

Tetapi dalam tulisan ini kita tidak akan membahas kemiskinan yang sudah menjadi permasalahan akut dinegeri ini yang katanya kaya dan raya, serta disebut oleh data statistic yang sangat sulit untuk dipercaya karena sangat bertentangan dengan rasa kemiskinan yang kita rasakan justru semakin parah.

Kita akan focus terhadap judul kita. Melanjutkan pembahasan kita, upaya untuk tidak akan pernah lagi bergelut dengan kesepian menjadi pendorong utama arus urbanisasi, tetapi yang menjadi something is the most unique that we desire to have the quietness.

Hal tersebut menjadi fakta yang tak dapat terbantahkan, bahwa mempunyai lingkungan yang tenang, dan hening di kota tetap menjadi impian semua orang meskipun kita telah meninggalkan desa-desa yang juga mempunyai ketenangan dan keheningan lingkungan meskipun dengan berbagai ketidak sempurnaan dalam aspek-aspek yang kita bahas diatas.
Quietness is the most impossible thing which you desire to have in town. Except we are strong enough to purchase it. Kenapa penulis menuliskannya sebagai impossible thing, kita pasti mengetahui bahwa kota mempunyai aktivitas yang mungkin tidak dapat berhenti sekalipun pukul 02.00.

Dari kalimat singkat diatas kita dapat memahami bahwa keinginan untuk mempunyai lingkungan yang hening dan tenang di kota mendapatkan halangan yang sangat nyata, yang secara langsung atau tidak kita faham bahwa kota memproduksi banyak polusi sebagai suatu hal yang harus dibayar dalam upaya untuk memenuhi hasrat kita akan modernitas yakni kemudahan pendidikan yang berkualitas, ekonomi yang mapan, transportasi dan sebagainya.

Mulai dari polusi angin, cahaya, suara, udara, termasuk air, sebagai sebuah akibat deforestasi dalam upaya transformasi menjadi pusat modernitas yang mendorong kita mendatanginya (urbanisasi yang telah kita bahas diatas).

Maka upaya untuk medapatkan keheningan di kota tak mungkin kita dapatkan dengan kekuatan financial yang tidak lebih dari kata cukup, bahkan walau anda menetap di kompleks perumahan meskipun terletak dibibir kota dengan harga dan fasilitas standar sekalipun apalagi dengan kategori subsidi.

Sekarang mari kita menarik case ke pusat modernitas, diarus utama aktivitas yang bisa kita katakan tidak pernah berhenti. Di pusat kota Jakarta di ruas jalan yang dalam satu bulan terakhir menjadi sangat terkenal dan disoroti mata public melalui berbagai media di seluruh Indonesia hingga sampai ke pusat sepi yang kita hindari selama ini.

Ruas jalan yang menuai ribuan cercaan dan makian dari berbagai kalangan yang dilepas di udara, sebagai akibat dari penerapan kebijakan yang dipercepat, yakni ruas sudirman thamrin. Kebijakan pelican menjadi pemantik terkenalnya ruas ini lebih dari sebelumnya.

Lalu apakah mungkin kita mendapatkan keheningan di sekitar ruas ini?.

Bukankah di sepanjang ruas ini dipenuhi dengan gedung-gedung pencakar langit yang tulis penulis hamper tidak mungkin untuk mendapatkan ketenangan?.

Bukankah itu mustahil sebab ruas ini merupakan pusat aktivitas para pekerja?.

Mungkin dengan seketika pertanyaan-pertanyaan itu akan muncul difikiran kita, untuk kita yang bekerja di kota, serta menghabiskan sebagian besar waktu kita apalagi kita yang bekerja di gedung-gedung sepanjang sudirman thamrin. Maka mendapatkan ketenangan lingkungan itu menjadi  hal yang selayaknya kita kita punyai.

Perlu kita ingat bahwa di dekat ruas ini terdapat sebuah perumahan yang mempunyai keheningan yang luar biasa walaupun berada dipusat peradaban, yang tentunya untuk menetap di kawasan ini dan menikmati keheningan kita harus punya financial yang luar biasa bnyak.

Yang menjadi hal penting kenapa kawasan ini, karena mempunyai tata kawasan yang sangat baik sehingga mampu menghalangi polusi yang diproduksi kota.

Kembali ke gedung-gedung di sepanjang sudirman thamrin, anda sudah pasti mendapatkan keheningan dan menikmati udara yang sejuk ketika berada didalam gedung pencakar langit, dikarenakan struktur bangunan yang memungkinkan hal tersebut.

Tetapi bagaimana jika kita berada diluar gedung?

Apakah kita akan mendapat keheningan?

Semacam menjadi sebuah keharusan untuk kita mendapatkan keheningan atau ketenangan ditempat dimana kita menghabiskan sebagian besar waktu kita.

Hasrat untuk mendapatkan keheningan di ruas sudirman thamrin mungkin dapat terwujud dengan segera. Optimisme untuk hal ini menyeruak setelah penulis membaca sebuah info grafis dalam sebuah Koran ternama sebagai report atas tindakan yang dilakukan oleh pengelola wilayah ibu kota sebagai salah satu upaya untuk mensuskseskan event olahraga yang baru saja selesai dilaksanakan.

Dimana ruas ini diperbaiki melalui berbagai mekanisme, salah satunya adalah melakukan penanaman pepohonan, ini yang sangat menarik untuk dibahas, dan keyakinan bahwa keheningan akan segera dapat kita nikmati.

Dimana berbagai polusi yang kita bahas diatas dapat reduksi sehingga mendatangkan keheningan, seperti polusi angin dapat terselesaikan melalui penanaman pepohonan pemecah angin yakni tanaman jarak yang rapat. Selain jarak tanaman-tanaman lain antara lain glodokan tiang, cemara, angsana, tanjung, Kiara paying, kembang sepatu, puring dan pucuk merah yang mempunyai fungsi mengurangi efek dari angin kendaraan.

Lebih jauh polusi suara dapat diredam melalui pepohonan yang ranting, daun, dan cabangnya dapat meredam suara, biasanya tanaman ini adalah yang memiliki tajuk tebal dengan massa daun yang padat. Contohnya adalah daun tanjung, Kiara paying, the-tehan pangkas, puring, pucuk merah, kembang sepatu, bugenvil dan oleander.

Untuk mengurangi polusi cahaya yang biasanya dihasilkan oleh kendaraan, maka dapat menggunakan tamanan bugenvil, puring, pucuk merah, kembang sepatu, oleander dan nusa indah.

Dan bagaimana dengan polusi udara, polusi ini dapat dikurangi dengan tanaman yang menyerap karbon dioksida, timbal atau timah hitam, dan nitrogen oksida dari asap kendaraan, contoh tamannya adalah pohon mahoni, trembesi, puring, asam jawa, dan pohon saga.

Beberapa pohon yang menarik untuk dibahas dalam upaya mereduksi pencemaran udara adalah pohon angsana. Pohon ini sudah sangat familiar yang memiliki manfaat sebagai tanaman pengias, peneduh serta penyerapan kebisingan dan polusi, dengan karakter fisik mempunyai tajuk yang lebat dan berbunga indah. Tinggi pohon mencapai 45 miliar dengan diameter 200 cm, percabangan berat, tetapi kebanyakan bengkok dan bercabang rendah.

Selanjutnya pohon mahoni sebagai peneduh yang dapat menyerap serta menjerat partikel timbal dan debu semen dengan karakter fisik diameter pohon mencapai 125 cm dan tinggi antara 35-40 meter. Bentuk batang silindris, tajuk berbentuk kubah dan daun berwarna hijau gelap.

Dan yang terakhir adalah trembesi dengan karakter tinggi fisik mencapai 25 meter dan diameter lebih dari 30 meter, tajuk rindang dengan percabangan yang ekstensif. Dan trembesi mempunyai manfaat sebagai pohon peneduh, penyerap CO2, dan penyerap air yang sangat cepat terutama pada musim hujan.

Dengan kondisi tersebut, keheningan segera tercipta di sudirman thamrin dengan segera, lalu apakah mungkin keheningan ini diciptakan di lingkungan modern kita?.

Tentu saja jawabnya bisa dengan melakukan serangkaian rekayasa mirip yang dilakukan di sudirman thamrin, tetapi yang perlu dicatat biaya untuk rekayasa ini yang sangat mahal.


Semoga keheningan dapat tercipta dilingkungan kita ditengah modernitas, dan sepi dapat berubah menjadi hening tanpa adanya deforestasi

Post a Comment

0 Comments