Pengangguran Terselubung (disguished unemployment)


Indonesia di prediksi akan mencapai puncak jumlah penduduk usia produktif yang sangat luar biasa pada tahun 2030. Bahkan pada tahun tersebut Indonesia akan menjadi sebuah Negara dengan kekuatan ekonomi yang sangat besar. Berdasarkan data IMF (international monetary Fund) per tahun 2012 bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia merupakan yang terbesar kedua di dunia dengan 6,3 % setelah china 8,2 %, Mc Kinsey juga menambahkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia dari tahun 2002 sampai 2012 rata-rat 5,4%.

Tentu pertumbuhan ekonomi yang sangat gemilang tersebut merupaka prestasi besar pada saat itu meskipun sekarang angka tersebut berkurang drastis di angka 5 % saja. Jumlah penduduk lebih dari 250 juta jiwa merupakan salah satu factor penting dalam pertumbuhan ekonomi selain kebijakan fiscal (kebijakan pemerintah, langkah strategis yang dicanangkan).

Namun dengan kondisi tersebut, masih banyak penduduk Indonesia yang menjadi penguhuni tetap dan bahkan pendatang baru untuk mengisi daftar penduduk miskin. Pada tahun 2012 tercatat sebanyak 11,6% atau sebesar 28,59 juta jiwa yang hidup sebagai rakyat miskin berdasarkan standar kemiskinan sebesar Rp. 270.000/ orang/ bulan yang ditetapkan oleh BPS(Badan Pusat Statistik).

Jumlah tersebut justru akan bertambah jika menggunakan standar Bank Dunia 600.000/  orang/ bulan menjadi 120 juta orang, hampir separuh penduduk Indonesia berpredikat sebagai penduduk miskin.

Saat ini pemerintah mengklem telah berhasil mengurangi jumlah penduduk miskin secara signifikan dengan standar pengeluaran sekitar 10 ribu/ hari/ orang tanpa memperhitungkan variabel-variabel lainnya dalam mengukur kemiskinan. Artinya tidak ada perbedaan yang sangat signifikan antara orang kaya dan orang miskin dalam kategori ini. Secara sederhana orang miskin yang mengeluarkan uang minimal 10.000 maka dia tidak dianggap miskin meskipun dia tidak mempunyai pendapatan sepeserpun.
Dan begitu juga orang kaya, keadaan ini justru akan semakin memperbesar kesenjangan social yang ada. Dengan pengakuan keberhasilan tersebut justru kehidupan kebanyakan masyarakat masih menderita beragam penderitaan fisik, kesulitan demi kesulitan dan perasaan sengsara semakin menguat di kesharian.

Dengan standar pengukuran kemiskinan yang didasarkan pengeluaran uang sebesar 10.000/ hari/ orang. Seperti yang telah saya sebutkan diatas yang membuat kesenjangan semakin terasa tanpa memperhatikan nilai pengukuran lainnya. Secara sederhana misalkan anda seseorang yang belum mempunyai pekerjaan, maka tentu anda tidak akan menghasilkan pendapatan apapun. Tetapi sebagai seorang mahluk hidup anda tentu membutuhan makanan untuk melanjutkan hidup anda. Maka anda harus mengeluarkan uang untuk membeli makanan. Anggap saja anda perlu makan sehari sebanyak 2 kali dan  satu kali makan anda mengeluarkan 10.000 rupiah dalam sehari dikali 2 maka anda mengeluarkan 20.000 maka anda tidak dianggap miskin padahal anda tidak menghasilkan uang sepeserpun. Dan sebaliknya, orang kaya yang mempunyai pendapatan puluhan juta dalam satu bulan tetapi memiliki pola pengeluaran yang hemat. Biasanya ia menghabiskan uang cukup persis sama dengan anda, dan dia disamakan dengan anda yakni tidak miskin.

BPS tahun 2012 juga mencatat sebesar 7,24 juta dan 36 juta jumlah pengangguran terbuka dan pengangguran terselubung (disguished unemployment). 

Keadaan miris ini cukup tidak mendapatkan perhatian public dikarenakan struktur budaya masyarakat Indonesia yang sangat kuat, sehingga kegagalan ini tertutupi dengan baik. Dalam sebuah istilah masyarakat jawa “Mangan ora mangan seng penteng ngumpul”. 

Artinya mereka secara tidak langsung lepas dari catatan kemiskinan karena ditanggung keluarganya, meskipun mereka tidak bekerja tetapi mereka tetap membelanjakan uang yang didapatkan dari pemberian keluarganya.

Hampir semua suku di negeri ini mempunyai kebudayaan sama, menampung anggota keluarga yang berlum mampu menghasilkan pendapatan mereka sendiri. Kita tidak mendapatkan penjelasan dari survey yang selalu di sebar luaskan dan diklem oleh penguasa melalui berbagai media bahwa mereka telah berhasil mengurangi kemiskinan. Kita tidak pernah mengetahui berapakah jumlah pengangguran tidak terdata ini atau terselubung, tidak pernah ada pengakuan secara berani dari pemerintah saat ini.

Kita dihadapkan pada kondisi yang sangat tak masuk akal. Dimana keadaan yang dirasakan semakin sulit dan menyengsarakan saat angka kemiskinan dan kesulitasn hidup diklem menurun dan dianggap sebagai keberhasilan besar pemerintah.

Seandainya saja penduduk negeri ini tidak mempunyai kultur budaya yang sebaik itu. Maka pasti sudah terjadi demontrasi dimana-mana karena kesulitan yang dirasa semakin parah.

Post a Comment

1 Comments

  1. Makasih banyak untuk artikelnya yang informatif, sangat
    berguna sekali untuk saya

    ReplyDelete