Pertanyaan
itu kembali mengganggu fikiran saya ketika saya menonton film tanah surga
katanya, sebuah film yang menggambarkan betapa terbelakangnya wilayah terluar
negeri ini. Film tersebut memperlihatkan dengan jelas kesulitan hidup
masyarakat disana, bahkan mata uang dan bendera negeri ini pun tak mampu
dikenali oleh anak-anak disana.
Kita
terutama aku mencoba untuk menjawab kembali pertanyaan klasik ini, pertanyaan
yang dipertanyakan oleh semua orang yang mempunyai status warga Negara ini,
sebagai intelektual aku mencari jawaban demi jawaban melalui data potensi
kekayaan negeri ini.
Kemana
saja ketika mencarinya, kita selalu menemukan ternyata Indonesia merupakan
salah satu Negara terkaya dengan sumber daya alamnya didunia, aku kembali
mencoba kembali memberikan jawaban yang sudah kutemukan, lalu aku katakan dengan sedikit membusungkan dada mengenai
kekayaan alam negeri ini.
Tetapi
aku seolah dihempaskan dari puncak gedung yang paling tinggi didunia ini,
terhempas melihat kenyataan yang sebenarnya mengenai kehidupan rakyat negeri
ini.
Aku
semakin dibuat bingung, dimana-mana kemiskinan semakin menjadi-jadi, jangankan
untuk minum susu dibeberapa wilayah papua air bersih saja sangat sulit didapat.
Jangan bertanya tentang memiliki sepeda atau tidak, hanya sekedar untuk
berpergian mereka tidak mampu untuk membeli alas kaki.
Mungkin
kita turut prihatin melihat kondisi ini, sebuah keadaan yang benar-benar
terjadi dan merupakan data atau bukan hoax.
Sebagian orang mungkin memandang ini merupakan hal yang tidak mengherankan
lagi. Jangankan didaerah terluar Indonesia, ada sangat banyak sekali rakyat
negeri ini yang menjalani kerasnya hidup ditengah-tengah hegemoni perputaran
ekonomi terbesar negeri ini, berada di pusaran hutan beton yang menjulang
tinggi di segala penjuru kota ini.
Bahkan
hanya berjarak beberapa ratus meter saja dari jalan merdeka barat, yang disana
terdapat gedung kehormatan orang nomor satu negeri ini yang jangankan untuk
mengetuk pintunya melewati pintu pagarnya kita akan kesulitan.
Jangan
bertanya hari ini makan dengan lauk apa, mereka pasti berkata bisa makan saja
sudah sangat beruntung, sebuah fakta yang bisa kita lihat langsung kapan saja.
Kenyataan-kenyataan
kesulitan ini, kemiskinan, sulitnya lapangan pekerjaan, harga bahan pokok yang
meroket tajam seolah kembali membuat data jawaban mengenai kekayaan negeri yang
kudapat tak berguna sama sekali.
Sebuah
realita yang membenturkan data-data statistic dengan keadaan yang bertolak
belakang sekali, sebuah kondisi yang memukul telak pendapat dan data yang
mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia terus naik di atas 4 persen tetapi
kesulitan hidup terasa lebih besar di angka pertumbuhan ekonomi.
Yang
terkadang membuat kita berfikir, kami tak butuh angka pertumbuhan ekonomi,
mungkin kita akan mengatakan tidak masalah pertumbuhan ekonomi hanya 2 persen
saja, tetapi lapangan pekerjaan mudah didapat, bahan pokok murah, semua rakyat
dapat makan, dan mempunyai tempat tinggal dan bisa memdapatkan pendidikan
hingga sarjana atau lebih.
Aku
terus mencari jawaban yang tepat mengenai pertanyaan ini, hingga
ditengah-tengah aku menonton film ini, melihat salman yang merupakan salah satu
tokoh anak kecil membacakan puisi karyanya didepan semua warga dan perangkat
dusun serta penjabat pendidikan yang sedang melakukan kunjungan disana, yang
berbunyi:
Bukan lautan hanya kolam susu
Katanya..
Tapi kata kakekku, “Hanya orang-orang kaya yang bisa minum susu.”
Katanya..
Tapi kata kakekku, “Hanya orang-orang kaya yang bisa minum susu.”
Kail dan jala cukup menghidupimu
Katanya..
Tapi kata kakekku, “Ikan-ikan kita dicuri oleh banyak negara.”
Katanya..
Tapi kata kakekku, “Ikan-ikan kita dicuri oleh banyak negara.”
Tiada badai tiada topan kau temui
Katanya..
Tapi kenapa ayahku bertiup angin ke Malaysia?
Katanya..
Tapi kenapa ayahku bertiup angin ke Malaysia?
Ikan dan udang menghampiri dirimu
Katanya..
Tapi kata kakek, “Awas, ada udang dibalik batu!”
Katanya..
Tapi kata kakek, “Awas, ada udang dibalik batu!”
Orang bilang tanah kita tanah surga
Tongkat kayu dan batu jadi tanaman
Katanya..
Tapi kata dokter intel, “Belum semua rakyatnya sejahtera. Banyak pejabat yang menjual kayu dan batu untuk membangun surganya sendiri.”
Tongkat kayu dan batu jadi tanaman
Katanya..
Tapi kata dokter intel, “Belum semua rakyatnya sejahtera. Banyak pejabat yang menjual kayu dan batu untuk membangun surganya sendiri.”
Setelah
mendengar puisi inilah aku baru sangat memahami dan bisa menjelaskan dengan
keras kenapa negeri ini bertambah miskin, para penjabatnya sedang sibuk menjual
berbagai hasil dan kekayaan alam negeri ini untuk membangun surganya sendiri.
Lihat
saja kasus PT. Freeport di papua yang bisa tidak diperpanjang kembali kontraknya
yang akan habis di tahun 2021, tapi para elit negeri ini dengan berbagai dalih
memperpanjang kembali, padahal mereka berteriak sebagai manusia yang
pancasilais dan nasionalis.
Sekarang
kita baru dapat mengerti mengapa orang yang mengaku pancasilais dan nasionalis
lebih sering bertindak seperti orang yang komunis, liberalis, dan kapitalis.
Sehingga
film tersebut menceritakan banyak rakyat perbatasan yang menggadaikan rasa
nasionalisme mereka demi kehidupan yang lebih baik.
Mungkin
beberapa penjabat ini berusaha menutupi prilaku-prilaku mereka dengan melakukan
kunjungan dan memberikan bantuan lalu di ekpos keseluruh penjuru negeri ini,
lalu mereka berkata bahwa mereka masih perduli dengan negeri ini. Sebagai
rakyat kita merasa sangat senang dikunjungi dan masih dipedulikan serta
mendapatkan bantuan yang sebenarnya hanya sebagai penghibur saja karena
nilainya masih jauh dari apa yang kita butukan.
Tetapi puisi
salman lagi-lagi menghancurkan hegemoni kunjungan dan bantuan itu dengan
kalimat “Ikan dan udang menghampiri dirimu Katanya. Tapi kata kakek, “Awas, ada
udang dibalik batu!””.
Sebuah
kalimat yang harus membuat kita tetap sadar dari bantuan yang sedikit itu, bisa
saja itu hanya alat pencitraan, atau bahkan mereka memberikan untuk mendapatkan
yang lebih besar.
Tentu sebagai
rakyat yang mendukung jalannya pemerintahan selalu harus berpandangan optimis
akan perubahan negeri yang lebih baik, namu para penjabat negeri ini harus
mampu menjawab pertanyaan ini lebih dari sekedar jawaban normatif
6 Comments
Miris ya...
ReplyDeleteiya sedikit miris, filmnya bags loh
DeleteHallo
ReplyDeletehallo kak Lisa
Deleteassalamualaikum mba
ReplyDeletewaalaikumsalam warrahmatullahi
Delete