Menjadi Keluarga
Semua anggota
kelompok kami tidak mengenal satu sama lain sebelumnya, sebelum dipertemukan
dalam ikatan kelompok pengabdian, Kami berasal dari 3 fakultas dan program
studi yang berbeda apalagi daerah asal, mulai dari fakultas Adab dan Budaya Islam,
Dakwah dan Komunikasi, serta Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.
Aku sendiri
berasal dari program studi Sistem Informasi fakultas Dakwah dan Komunikasi saat
itu dan kini telah berpindah dan membentuk fakultas baru bersama beberapa
program studi yang relevan yakni fakultas Sains dan Teknologi, selanjutnya
Ridho dan Anita yang sama-sama dari fakultas Adab dan budaya Islam yang
masing-masing dari program studi Sejarah dan Kebudayaan Islam, dan Ilmu
Keperpustakaan.
Selanjutnya
anggota paling banyak berasal dari fakultas Tarbiyah dan ilmu Keguruan, yakni
Kamal Jam’an dari Ilmu pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI), Merry dan
Ida dari Ilmu Pendidikan Agama Islam, serta R. A husna dan Trya dari Ilmu
Pendidikan Matematika.
Serta dengan
latar belakang keorganisasian, budaya dan daerah yang berbeda-beda pula.
Bagi semua
orang dan tentu juga bagi kami, bahwa untuk menjalani hidup dalam satu rumah
bersama orang yang sama sekali tidak kita kenal sebelumnya merupakan hal yang
sangat sulit dan rumit untuk dijalani, pasti akan ada banyak tingkah laku,
kebiasaan dan karakter setiap orang yang tidak kita ketahui satu sama lainnya
dan harus siap untuk menerima serta memaklumi semua kebiasaan tersebut ditambah
lagi harus dapat menyikapinya dengan bijak.
Selain harus
mampu menyikapi perbedaan dengan bijak, kami juga harus bisa mengendalikan
kebiasaan diri sendiri karena teman belum tentu dapat memaklumi sikap kita,
disisi lain kita harus mampu mengontrol perasaan gampang tersinggung dan sakit
hati karena dapat dipastikan bahwa hal tersebut merupakan bibit-bibit
perpecahan dalam satu kelompok.
Dalam pekan
pertama kami tinggal bersama sebagai kelompok pengabdian didesa tertap, ini
menjadi pekan yang paling sulit bagi semua anggota, karena harus memaklumi
sikap orang lain yang tak pernah diketahui sebelumnya.
Tetapi ikatan
tugas dari kampus membuat kami harus mampu untuk berkomunikasi dengan baik,
menjadi teman, menyamakan visi dan tujuan, bahkan menjadi keluarga.
Kami
melakukan banyak hal dalam pekan pertama agar dapat menyatuh seutuhnya sebagai
keluarga, seperti berbagi tugas dalam membersihkan posko, berbelanja kebutuhan
posko dan sehari-hari kepasar secara bersama-sama. bahkan kami biasanya
melakukan tugas secara bersama-sama meskipun tugas itu sudah ditentukan
penanggung jawabnya seperti tugas memasak sudah dibebankan kepada setiap
anggota dan diklasifikasikan berdasarkan hari, tetapi tak jarang tetap kami
lakukan bersama, misalnya, para lelaki membantu mengupas bawang atau bahkan
sekedar menemani mengobrol saja mereka yang sedang memasak di dapur.
Hidup bersama
juga rentan membuat virus cinta tumbuh, ini tumbuh melalui obrolan-obrolan
sehari hari satu sama lainnya, dan terlihat dari cara setiap anggota yang
bersikap kepada anggota lainnya yang disukainya. Serta yang menjadi paling unik
adalah tidak adanya rasa keberanian untuk mengungkapkan rasa suka yang dimiliki,
meskipun sebenarnya aku menekankan pentingnya menjadi keluarga agar tidak
terjadi perpecahan didalam kelompok.
Selain
kebiasaan, kami juga dapat saling mengetahui hal-hal yang bersifat sangat pribadi
seperti makanan kesukaan dan sebagainya. Suatu ketika terjadi sebuah kejadian yang
cukup unik, saat itu kolam budidaya ikan milik kak piri yang berada tepat
dibelakang posko kami sedang dipanen, sebagai imbas dari kegiatan panen itu
kamipun kecipratan rezekinya, beliau memberikan satu baskom ikan hasil panennya
kepada kami, “wah perbaikan gizi nih….” teriak kami didalam posko.
Tetapi para
perempuan dikelompok ini tiba-tiba tidak menjadi suka makan ikan lagi untuk
beberapa saat “kami ngga mau makan ikan itu” ucap mereka, “kenapa” Tanya kami
dengan terheran-heran. “Ikan itu makannya kotoran manusia, ngga mau ah jijik”
tambah mereka, sebenarnya tidak hanya sedikit saja sih dan lebih mirip seperti suplemen
alamiah atau makanan tambahan saja.
Memang
terdapat sebuah jamban atau toilet
tradisional tepat dipinggir setiap kolam ikan, yang ketika orang BAB maka akan
langsung dimakan oleh ikan, tetapi orang yang melakukan BAB di jamban
sudah sangat jarang, biasanya hanya orang-orang tua saja yang masih menggunakan
alat tradisional itu dikarenakan mereka tidak terbiasa dengan MCK yang modern,
ditambah lagi sebagian besar masyarakat sudah mengenal sistem MCK yang baik dan
modern.
1440 Jam di Desa Tertap, bagian 1 |
1440 Jam di Desa Tertap, bagian 2 |
1440 Jam di Desa Tertap, bagian 3 |
1440 Jam di Desa Tertap, bagian 4 |
1440 Jam di Desa Tertap, bagian 5 |
1440 Jam di Desa Tertap, bagian 6 |
1440 Jam di Desa Tertap, bagian 7 |
1440 Jam di Desa Tertap, bagian 8 |
1440 Jam di Desa Tertap, bagian 9 |
1440 Jam di Desa Tertap, bagian 10 |
1440 Jam di Desa Tertap, bagian 11 |
1440 Jam di Desa Tertap, bagian 12 |
1440 Jam di Desa Tertap, bagian 13 |
1440 Jam di Desa Tertap, bagian 14 |
1440 Jam di Desa Tertap, bagian 1 |
1440 Jam di Desa Tertap, bagian 2 |
1440 Jam di Desa Tertap, bagian 3 |
1440 Jam di Desa Tertap, bagian 4 |
1440 Jam di Desa Tertap, bagian 5 |
1440 Jam di Desa Tertap, bagian 6 |
1440 Jam di Desa Tertap, bagian 7 |
1440 Jam di Desa Tertap, bagian 8 |
1440 Jam di Desa Tertap, bagian 9 |
1440 Jam di Desa Tertap, bagian 10 |
1440 Jam di Desa Tertap, bagian 11 |
1440 Jam di Desa Tertap, bagian 12 |
1440 Jam di Desa Tertap, bagian 13 |
1440 Jam di Desa Tertap, bagian 14 |
0 Comments