“1440 Jam Di Desa Tertap “ Sebuah Desa Dikaki Gunung Dempo. bagian 14


Menjadi Keluarga

Semua anggota kelompok kami tidak mengenal satu sama lain sebelumnya, sebelum dipertemukan dalam ikatan kelompok pengabdian, Kami berasal dari 3 fakultas dan program studi yang berbeda apalagi daerah asal, mulai dari fakultas Adab dan Budaya Islam, Dakwah dan Komunikasi, serta Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.

Aku sendiri berasal dari program studi Sistem Informasi fakultas Dakwah dan Komunikasi saat itu dan kini telah berpindah dan membentuk fakultas baru bersama beberapa program studi yang relevan yakni fakultas Sains dan Teknologi, selanjutnya Ridho dan Anita yang sama-sama dari fakultas Adab dan budaya Islam yang masing-masing dari program studi Sejarah dan Kebudayaan Islam, dan Ilmu Keperpustakaan.

Selanjutnya anggota paling banyak berasal dari fakultas Tarbiyah dan ilmu Keguruan, yakni Kamal Jam’an dari Ilmu pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI), Merry dan Ida dari Ilmu Pendidikan Agama Islam, serta R. A husna dan Trya dari Ilmu Pendidikan Matematika.

Serta dengan latar belakang keorganisasian, budaya dan daerah yang berbeda-beda pula.

Bagi semua orang dan tentu juga bagi kami, bahwa untuk menjalani hidup dalam satu rumah bersama orang yang sama sekali tidak kita kenal sebelumnya merupakan hal yang sangat sulit dan rumit untuk dijalani, pasti akan ada banyak tingkah laku, kebiasaan dan karakter setiap orang yang tidak kita ketahui satu sama lainnya dan harus siap untuk menerima serta memaklumi semua kebiasaan tersebut ditambah lagi harus dapat menyikapinya dengan bijak.

Selain harus mampu menyikapi perbedaan dengan bijak, kami juga harus bisa mengendalikan kebiasaan diri sendiri karena teman belum tentu dapat memaklumi sikap kita, disisi lain kita harus mampu mengontrol perasaan gampang tersinggung dan sakit hati karena dapat dipastikan bahwa hal tersebut merupakan bibit-bibit perpecahan dalam satu kelompok.

Dalam pekan pertama kami tinggal bersama sebagai kelompok pengabdian didesa tertap, ini menjadi pekan yang paling sulit bagi semua anggota, karena harus memaklumi sikap orang lain yang tak pernah diketahui sebelumnya.

Tetapi ikatan tugas dari kampus membuat kami harus mampu untuk berkomunikasi dengan baik, menjadi teman, menyamakan visi dan tujuan, bahkan menjadi keluarga.

Kami melakukan banyak hal dalam pekan pertama agar dapat menyatuh seutuhnya sebagai keluarga, seperti berbagi tugas dalam membersihkan posko, berbelanja kebutuhan posko dan sehari-hari kepasar secara bersama-sama. bahkan kami biasanya melakukan tugas secara bersama-sama meskipun tugas itu sudah ditentukan penanggung jawabnya seperti tugas memasak sudah dibebankan kepada setiap anggota dan diklasifikasikan berdasarkan hari, tetapi tak jarang tetap kami lakukan bersama, misalnya, para lelaki membantu mengupas bawang atau bahkan sekedar menemani mengobrol saja mereka yang sedang memasak di dapur.

Hidup bersama juga rentan membuat virus cinta tumbuh, ini tumbuh melalui obrolan-obrolan sehari hari satu sama lainnya, dan terlihat dari cara setiap anggota yang bersikap kepada anggota lainnya yang disukainya. Serta yang menjadi paling unik adalah tidak adanya rasa keberanian untuk mengungkapkan rasa suka yang dimiliki, meskipun sebenarnya aku menekankan pentingnya menjadi keluarga agar tidak terjadi perpecahan didalam kelompok.

Selain kebiasaan, kami juga dapat saling mengetahui hal-hal yang bersifat sangat pribadi seperti makanan kesukaan dan sebagainya. Suatu ketika terjadi sebuah kejadian yang cukup unik, saat itu kolam budidaya ikan milik kak piri yang berada tepat dibelakang posko kami sedang dipanen, sebagai imbas dari kegiatan panen itu kamipun kecipratan rezekinya, beliau memberikan satu baskom ikan hasil panennya kepada kami, “wah perbaikan gizi nih….” teriak kami didalam posko.

Tetapi para perempuan dikelompok ini tiba-tiba tidak menjadi suka makan ikan lagi untuk beberapa saat “kami ngga mau makan ikan itu” ucap mereka, “kenapa” Tanya kami dengan terheran-heran. “Ikan itu makannya kotoran manusia, ngga mau ah jijik” tambah mereka, sebenarnya tidak hanya sedikit saja sih dan lebih mirip seperti suplemen alamiah atau makanan tambahan saja.

Memang terdapat sebuah jamban atau toilet tradisional tepat dipinggir setiap kolam ikan, yang ketika orang BAB maka akan langsung dimakan oleh ikan, tetapi orang yang melakukan BAB  di jamban sudah sangat jarang, biasanya hanya orang-orang tua saja yang masih menggunakan alat tradisional itu dikarenakan mereka tidak terbiasa dengan MCK yang modern, ditambah lagi sebagian besar masyarakat sudah mengenal sistem MCK yang baik dan modern.


1440 Jam di Desa Tertap, bagian 1      | 

1440 Jam di Desa Tertap, bagian 2      
1440 Jam di Desa Tertap, bagian 3      | 
1440 Jam di Desa Tertap, bagian 4      | 
1440 Jam di Desa Tertap, bagian 5      | 
1440 Jam di Desa Tertap, bagian 6      | 
1440 Jam di Desa Tertap, bagian 7      |
 1440 Jam di Desa Tertap, bagian 8     |  
1440 Jam di Desa Tertap, bagian 9      |  
1440 Jam di Desa Tertap, bagian 10    | 
 1440 Jam di Desa Tertap, bagian 11   | 
1440 Jam di Desa Tertap, bagian 12    |
1440 Jam di Desa Tertap, bagian 13    |

1440 Jam di Desa Tertap, bagian 14    |

Post a Comment

0 Comments